Minggu, 14 Desember 2014

Iptek & Lingkungan

Teknologi rekayasa cuaca dalam menanggulangi banjir di DKI Jakarta




  


Masalah klasik yang kerap dihadapi warga Jakarta adalah banjir. Hampir setiap tahun pada musim hujan warga Jakarta harus bersiap menghadapi banjir. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta untuk mengatasi masalah banjir ini seperti pengerukan untuk memperdalam kali dan sungai, serta pembangunan banjir kanal barat dan banjir kanal timur, penggusuran rumah-rumah liar di pinggiran sungai ciliwung. Tetapi masih belum memberikan efek yang cukup untuk mengatasi banjir. Upaya paling baru yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta adalah dengan bekerjasama dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan BPPT (Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi) melakukan rekayasa cuaca.

Rekayasa cuaca adalah usaha campur tangan manusia dalam pengelolaan sumber daya air di atmosfer untuk menambah dan/atau mengurangi intensitas curah hujan pada suatu daerah untuk meminimalkan bencana dengan parameter cuaca. Intinya adalah merekayasa cuaca untuk mendistribusikan hujan. Ada dua strategi yang digunakan yaitu mempercepat hujan dan menghambat pertumbuhan awan. 

Metode pertama mempercepat hujan dikenal dengan mekanisme proses lompatan (jumping process). Ini dilakukan terhadap awan-awan di daerah upwind (yang akan memasuki Jakarta) sehingga dijatuhkan diluar Jakarta yang tidak rawan banjir seperti Laut Jawa, Selat Sunda atau lainnya. Awan-awan berpotensi hujan di daerah di luar Jakarta disemai dengan bahan garam (NaCl) yang memiliki sifat menyerap butir-butir air di awan sehingga terjadi hujan. Untuk itu digunakan satu pesawat Hercules C-130 TNI yang sekali terbang mampu membawa 8 ton garam dari Lanud Halim Perdanakusuma. Dua pesawat Casa 212-200 dioperasikan dari Lapangan Terbang Atang Sanjaya Bogor. Sekali terbang pesawat Casa membawa 1 ton garam. Dalam sehari penerbangan disesuaikan dengan kondisi cuaca yang ada.

Metode kedua adalah dengan menempatkan 24 Ground Based Generator (GBG) dan Ground Particle Generator (GPG) di beberapa tempat di Jakarta. Alat ini mengeluarkan gas dan partikel-partikel bahan semai berupa butiran garam yang sangat halus ke dalam awan yang baru tumbuh. Bahan ini akan menyerap uap air dan membentuk butir-butir halus yang berlaku sebagai pesaing bagi butir-butir awan yang ada. Metode ini akan menghambat pertumbuhan awan (competition mechanism) sehingga hujannya tidak besar intensitasnya.

BNPB bekerjasama dengan (Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi (BPPT), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam pelaksanaan teknologi modifikasi cuaca ini. 

Total biaya untuk rekayasa cuaca ini mencapai Rp20 miliar karena mencakup operasional pesawat terbang, pengadaan bahan semai, pembuatan mekanisasi seeding, tenaga ahli dan teknis, dan sebagainya. Rekayasa cuaca ini menargetkan intensitas hujan di Jakarta turun 35 persen dari hujan normalnya. Biaya Rp20 milyar dinilai sangat kecil jika dibandingkan dengan dampak kerusakan dan kerugian akibat banjir di Jakarta. Sebagai gambaran, kerugian dan kerusakan banjir di Jakarta pada tahun 2007 sebesar Rp3,8 trilyun, sedangkan banjir Januari 2013 lalu menyebabkan kerugian dan kerusakan Rp7 trilyun.

BNPB dan BPPT pun dinyatakan telah berpengalaman melakukan TMC untuk antisipasi banjir, di antaranya pengamanan SEA Games di Palembang (2011), PON di Riau (2012), Pekan Olahraga Negara-Negara OKI (2013), antisipasi banjir Jakarta Januari-Februari 2013, dan antisipasi banjir lahar dingin di Merapi 2013.

Walaupun teknologi rekayasa cuaca ini sangat membantu dalam menanggulangi banjir di DKI Jakarta sebetulnya ada cara yang lebih efektif dan efisien dalam menanggulangi masalah banjir ini. Yaitu dengan menumbuhkan kesadaran warga Jakarta agar tidak membuang sampah sembarangan. hal yang sangat sepele namun itu adalah salah sumber masalah utama dari masalah banjir di jakarta. Jika kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan seperti ini bisa berhenti maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan banyak dana tiap tahunnya untuk mengatasi masalah banjir di ibukota.

Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar