Sabtu, 31 Januari 2015

Berita - Pencemaran Limbah Industri di Citarum Makin Parah

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -– Lagi, persoalan limbah industri tekstil pada Sungai Citarum mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Limbah industri yang langsung dibuang ke aliran sungai tanpa proses instalasi pengolahan limbah mengancam puluhan hektar sawah, penyakit kulit, hingga penurunan kuantitas listrik pada waduk sepanjang Sungai Citarum.

Pencemaran itu terjadi di kawasan dekat hulu Citarum, di Kampung Balekambang, Majalaya, Kabupaten Bandung. Sejumlah warga mengaku pasrah terhadap pencemaran Pabrik tekstil di sekitar kawasan tersebut.

Sejumlah petani di Balekambang, Majalaya, Kabupaten Bandung, mengaku mengalami kondisi terparah dari pencemaran limbah tujuh pabrik di sekitar kawasan Balekambang. “Banyak pipa-pipa saluran limbah yang bocor ke areal sawah, tak jarang banyak padi yang rusak,” ujar Ojang (60 tahun), warga Balekambang, kemarin. Air Sumur, kata dia, juga kotor mengakibatkan penyakit gatal dan diare.

Menurut Ojang, keluhan ini telah seringkali disampaikan kepada pihak pabrik, namun tanpa ada itikad yang baik, kondisi ini terus terjadi hingga puluhan tahun. “mereka banyak sewa preman pabrik, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” tambahnya.

Penurunan kualitas air Sungai Citarum akibat limbah sampah dan sedimentasi juga mengakibatkan peningkatan biaya perawatan Pembangkit Listrik Tenaga Air Saguling. Total biaya perawatan perangkat waduk, mencapai Rp 1 miliar per tahun. “Sebab rata-rata, limbah yang tersaring berupa pasir dan material lain mencapai 4,2 juta meter kubik,” ungkap General Manager PLTA Saguling Eri Prabowo. Eri mengungkapkan, kondisi air citarum yang sangat tercemar, berdampak pada korosi bagian turbin waduk di Saguling.

Ketua Komunitas Elingan Citarum, Deni Riswandana mengungkapkan, di kawasan Majalaya, sedikitnya terdata 139 indutri tekstil dan tenun yang membuang limbahnya langsung ke aliran Citarum. Deni menambahkan, secara luas, sekitar 1.500 industri yang berada di sekitar Daerah aliran Sungai Citarum , menyumbang 2.800 ton limbah untuk tiap harinya. “Semuanya merupakan limbah cair kimia bahan bahaya beracun (B3),” tegasnya.


Pandangan dan Kritik :

Dalam persoalan ini jelas pemerintah daerah harus menerapkan peraturan yang lebih ketat terutama dalam hal perizinan pendirian industri tekstil. Industri tekstil seharusnya diberikan syarat untuk mendirikan instalasi pengolahan limbah sebelum diberikan izin untuk menjalankan usahanya. Apabila ada usaha yang tanpa seizin pemda melakukan kegiatan indsutrinya tanpa persyaratan tersebut maka harus diberi peringatan dan sangsi yang tegas atau bahkan melakukan pentupan secara paksa.

Sedangkan untuk para pemilik dan pelaku industri tekstil harus lebih memiliki kesadaran akan lingkungan sekitar bukan hanya sekedar mengutamakan profit. Karena dampak dari limbah tekstil yang dihasilkan tanpa pengolahan yang baik akan mencemari lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.

Sumber :

  1. http://www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan/12/06/29/m6d2y5-pencemaran-limbah-industri-di-citarum-makin-parah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar