Sabtu, 31 Januari 2015

Industri Tekstil dan Dampak Terhadap Lingkungan

Pakaian adalah salah satu kebutuhan pokok dan paling mendasar dari manusia. Dari usia bayi hingga lanjut usia manusia memerlukan pakaian. Seiring dengan berkembangnya zaman fungsi pakaian pun berubah yang tadinya hanya sekedar untuk menutupi tubuh dari segala cuaca seperti panas dan juga dingin, sekarang pakaian beralih fungsi menjadi kebutuhan style dan mode bagi masyarakat. Sejalan dengan perubahan fungsi pakaian tersebut industri tekstil pun mulai berkembang, sehingga di Indonesia industri ini mulai banyak. Dari yang berskala kecil atau home industri sampai ke skala yang besar yang mempunyai pabrik yang besar, mesin yang canggih, dan mempekerjakan hingga ribuan karyawan.

Berkembangnya industri tekstil ini memberikan beberapa dampak positif seperti :

  1. Memajukan perekonomian negara dan meningkatkan pendapatan pajak negara
  2. Membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar.
  3. Dengan berkembangnya industri akan menghasilkan persaingan dalam kualitas pakaian yang dihasilkan.
Namun disamping dampak positif tersebut industri tekstil juga memberikan dampak yang negatif pula. Terutama dalam masalah lingkungan yaitu limbah yang dihasilkannya. Limbah yang dihasilkan dalam proses produksinya terdiri dari beragam jenis. Limbah dalam bentuk yang padat disebut sebagai limbah sampah, limbah dalam bentuk cair seperti air kotor sebagai hasil buangan kegiatan cuci kakus atau disebut sebagai black water, dan air sisa atau buangan dari aktifitas produksi atau yang disebut juga dengan grey water.

Limbah yang dihasilkan oleh suatu pabrik tekstil biasanya merupakan buangan dari berbagai proses yang dilakukan dalam pembuatan tekstil. Proses itu dimulai dari proses pengkanjian hingga proses penyempurnaan. Ketika proses penyelesaian akan dilakukan proses pewarnaan pada tekstil. dalam proses inilah akan dihasilkan amoniak dalam kadar yang cukup tinggi yang dapat mencemari lingkungan terutama perairan jika proses pembuangannya tidak ditangani secara baik. Dalam pembuangannya biasanya industri tekstil melakukan pembuangan limbahnya ke sungai di daerah sekitar pabrik. 

Air sungai untuk saat ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar mengingat sulitnya mendapatkan air yang bersih di era modern ini. Apalagi bagi masyarakat yang tidak mampu membeli air bersih, tentu akan menggunakan air sungai tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai pun juga menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci bahkan untuk memasak. Limbah pabrik tekstil yang dibuang ke sungai tentu mengandung zat warna yang digunakna untuk mewarnai kain yang diproduksi. Akan sangat berbahaya apabila pewarna kain yang digunakan untuk produksi tersebut bercampur dengan air sungai dan air tersebut digunakan untuk memasak. Hal ini tentu akan mengganggu kesehatan masyarakat yang mengonsumsi air sungai yang tercampur zat warna dari limbah pabrik tekstil tersebut.

Menyikapi hal ini pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup sudah menggulirkan sertifikasi ramah lingkungan untuk berbagai industri, termasuk tekstil. Namun, faktanya hingga kini belum ada satu pun industri tekstil yang mendapat predikat ramah lingkungan. Kendala utama dalam hal ini adalah belum adanya komitmen dari para pemilik usaha tekstil. Jika sudah ada komitmen, maka perusahaan akan bergerak ke industri ramah lingkungan. Untuk industri tekstil yang membutuhkan sumber daya air dan energi luar biasa, ramah lingkungan bisa diartikan penghematan air dan energi. Kemudian melakukan daur ulang limbah yang dihasilkan dan mengurangi efek rumah kaca.


Referensi

  1. http://www.bimbingan.org/dampak-polusi-akibat-pabrik-tekstil.htm
  2. https://faneniintan.wordpress.com/2013/03/25/pengaruh-zat-warna-limbah-tekstil-terhadap-air-tanah/
  3. http://www.tempo.co/read/news/2013/02/26/090463924/Industri-Tekstil-Dinilai-Tak-Ramah-Lingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar